Makalah Profesi
Keguruan
BIMBINGAN DAN KONSELING
Dosen Pembimbing:
Drs.
Rulam Ahmadi, M.Pd.
Oleh:
VIKA KHULLA MAHBUBAH (2090710066)
e-mail:
Vic_strawberry@yahoo.com
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
2011
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian yang dikemukakan oleh
Bernard & Fullmer bahwa bimbingan dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa
bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
Menurut Jones (1963), Guidance is
the help given by one person to another in making choice and adjustments and in
solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung makud bahwa tugas
bimbingan adalah membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya
sendiri sedangkan keputusan terakhir tergantung individu yang dibimbing
(klien).
Ini senada dengan pengertian bimbingan
yang dikemukakan oleh Rochman Natawidjaja (1978), bimbingan adalah bimbingan
adalah proses bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
sudaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan
diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga
serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta
dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Bimbingan adalah Proses pemberian
bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima
diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif
dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga
mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun
sosial).
“Bimbingan sebagai pendidikan dan
pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik” (Mathewson,1969).
Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses
bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Selanjutnya Bimo walgito (1982: 11)
menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para ahli,
sehingga mendapatkan rumusan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan
yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan
yang dikemukakan oleh banyak para ahli tersebut, dapat dikemukakan bahwa bimbingan
merupakan:
a.
Suatu proses
yang berkesinambungan,
b.
Bantuan kepada
individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli
yang telah mendapat latihan khusus untuk itu,
c.
Suatu proses
membantu individu,
d.
Bantuan yang
diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya,
e.
Kegiatan yang
bertujuan utama memberiakn bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya
dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Bimbingan pada hakekatnya merupakan
upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik. Bantuan
dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan
tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.
Pengertian Konseling
Secara Etimologi berasal dari bahasa
Latin “consilium “artinya “dengan” atau bersama” yang dirangkai dengan
“menerima atau “memahami” . Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah
konseling berasal dari “sellan” yang berarti”menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Konseling adalah hubungan pribadi
yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui
hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan
situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia
ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan
pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
(Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Istilah konseling (counseling)
diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan
bimbingan menurut para ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat
adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak
sama dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang
pertanian, dan penyuluhan keluarga berencana. Untuk menekankan kekhususannya
itulah maka dipakai istilah Bimbingan dan Konseling. Pelayanan
konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberiakn jenis layanan konseling ini (Winkel,
1978).
Banyak ahli yang memberikan makna
tentang konseling. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976:
19a) konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di
manayang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih
baik memahami dirinya dalam hubungannya dalam masalah hidup yang dihadapinya
pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Bimo walgito (1982: 11) menyatakan
bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan
masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pendapat pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a)
Pada umumnya
dilaksanakan secara individual,
b)
Pada umumnya
dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka,
c)
Untuk
melaksanakan konseling dibutuhkan orang yang ahli,
d)
Tujuan
pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan nasalah yang
dihadapi klien,
e)
Individu yang
menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan
kemampuannya sendiri.
Kegiatan bimbingan dan konseling
tersebut berbeda dengan kegiatan mengajar. Perbedaan itu antara lain:
a)
Tujuan yang ingin
dicapai pada kegiatan mengajar sudah dirumuskan terlebih dahulu dan target
pencapaian tujuan tersebutsama untuk seluruh siswa dalam satu kelas atau satu
tingkat. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan lebih
bersifat induvidual atau kelompok.
b)
Pembicaraan
dalam kegiatan mengajar lebih banyak diarahkan pada pemberian informasi, atau
pembuktian dalam suatu masalah, sedangkan pembicaraan dalam konseling lebih
ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi klien.
c)
Dalam kegiatan
mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai masalah yang berkaitan dengan
materi yang diajarkan, sedangkan dalam kegiatan bimbingan dan konseling pada
umumnya klien telah/sedang menghadapi masalah.
d)
Untuk
melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut suatu keterampilan
khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.
B. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan di
Sekolah
Bila tujuan pendidikan pada akhirnya
adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat
membantu siswa mencapai kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan
anggota masyarakat selain menggembangkan kemampuan inteleknya bimbingan dan
konseling menanggani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan
pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan
pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui
layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan
memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Mortensen & Schemuller, 1969).
Bimbingan konseling di sekolah
semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya. Hal ini didukung oleh
berbagai macam faktor, seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro (1982),
sebagai berikut:
1)
Sekolah
merupakan lingkungan hidup kedua setelah rumah, dimana anak dalam waktu sekian
jam (± 6 jam) hidupnya berada di sekolah.
2)
Para siswa yang
usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami
keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam
kesulitan.
Keberhasilan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di
sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama,
penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan
kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.
A. Peran Kepala Sekolah
Kepala
sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah
memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling
di sekolah. Secara garis besarnya, Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan
tanggung jawab kepala sekolah dalam bimbingan dan konseling, sebagai berikut :
·
Mengkoordinir segenap kegiatan yang
diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran,
latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu,
harmonis, dan dinamis.
·
Menyediakan prasarana, tenaga, dan
berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang
efektif dan efisien.
·
Melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut
pelayanan bimbingan dan konseling.
·
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
·
Memfasilitasi guru
pembimbing/konselor untuk dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya, melalui
berbagai kegiatan pengembangan profesi.
·
Menyediakan fasilitas, kesempatan,
dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah
Bidang BK.
B. Peran Guru Mata Pelajaran
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab
utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian,
bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan
guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai
konselor bagi siswanya.
Wina Senjaya (2006) menyebutkan
salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk
menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang
dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam
bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru
mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus
manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli,
memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas
dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling
adalah :
- Membantu
memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
- Membantu
guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan
layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang
siswa-siswa tersebut.
- Mengalihtangankan
siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing/konselor
- Menerima
siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut
guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus
(seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
- Membantu
mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa
yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
- Memberikan
kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang
dimaksudkan itu.
- Berpartisipasi
dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
- Membantu
pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan
bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
C. Peran Wali Kelas
- Sebagai
pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali
Kelas berperan :
- Membantu
guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas
yang menjadi tanggung jawabnya;
- Membantu
Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan
konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
- Membantu
memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang
menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau
kegiatan bimbingan dan konseling;
- Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi
kasus; dan
- Mengalihtangankan
siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing/konselor.
Kehadiran konselor di sekolah dapat
meringankan tugas guru (Lundquist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981).
Mereka menyatakan bahwa konselor ternyata sangat membantu guru, dalam hal:
1)
Mengembangkan
dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang mempunyai katan erat
dengan profesinya sebagai guru.
2)
Mengembangkan
wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses
belajar-mengajar.
3)
Mengembangkan
sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
4)
Mengatasi
masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya.
Konselor dan guru merupakan suatu
tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan. Keduanya dapat saling
menunjang terciptanya proses pembelajaran yang lebih efektif. Oleh karena itu,
kegiatan bimbingan dan konseling, tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan di
sekolah.
C. Tujuan Bimbingan di Sekolah
Layanan bimbingan sangat dibutuhkan
agar siswa-siswa yang mempunyai masalah dapat terbantu, sehingga mereka dapat
belajar lebih baik. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C dinyatakan bahwa
tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa:
1)
Mengatasi
kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
2)
Mengatasi
terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat
proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan sosial.
3)
Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
4)
Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan study.
5)
Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan jenis
pekerjaan setelah mereka tamat.
6)
Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-emosianal di sekolah
yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri,
terhadap lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas.
Sedangkan menurut Ahmad Sudrajat:
2008 Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa
yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang
dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan
pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi
hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami
potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami
potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan
tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4)
memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya
untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat,
(6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7)
mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan
konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan
karir.
1.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli
adalah:
- Memiliki
komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,
pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun
masyarakat pada umumnya.
- Memiliki
sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan
memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
- Memiliki
pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan
mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
- Memiliki
pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang
terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
- Memiliki
sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Memiliki
kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
- Bersikap
respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya.
- Memiliki
rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas
atau kewajibannya.
- Memiliki
kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan
dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan
sesama manusia.
- Memiliki
kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal
(dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
- Memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan
aspek akademik (belajar) adalah :
- Memiliki
kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai
hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
- Memiliki
sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku,
disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan
aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
- Memiliki
motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
- Memiliki
keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan
membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan
diri menghadapi ujian.
- Memiliki
keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti
membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam
memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang
berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
- Memiliki
kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan
aspek karir adalah
- Memiliki
pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
- Memiliki
pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang
kematangan kompetensi karir.
- Memiliki
sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya,
dan sesuai dengan norma agama.
- Memahami
relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan
persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi
cita-cita karirnya masa depan.
- Memiliki
kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan
sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
- Memiliki
kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara
rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan,
dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
- Dapat
membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang
konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus
mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir
keguruan tersebut.
- Mengenal
keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam
suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh
karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam
bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan
tersebut.
- Memiliki
kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
D.
Peranan
Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
Pengembangan
diri siswa dimulai dengan merancang program untuk optimalisasi potensi ketiga
pilar yakni guru, orang tua, dan siswa. Untuk itu peran guru bimbingan dan
konseling menjadi sangat sentral dalam pembelajaran siswa.
Sebagai tanda bahwa siswa mengalami
kesulitan dalam belajar dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti
dikemukakan oleh Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut:
1) Hasil
belajarnya rendah, di bawah rata-rata kelas.
2) Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3) Menunjukkan
sikap yang kurang wajar: suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan
tugas-tugas, dan sebagainya.
4) Menunjukkan
tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan sebagainya.
Siswa yang mengalami kesulitan
belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa ia memiliki masalah tetapi tidak
tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak mengerti kepada siapa ia
harus meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya itu. Apabila masalahnya
itu belum teratasi, mereka mungkin tidak dapat belajar dengan baik, karena
konsentrasinya akan terganggu.
Dalam kondisi seperti di atas, maka
bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam: (1) bimbingan belajar,
(2) bimbingan sosial, (3) bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.
1.
Bimbingan
Belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk
mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan ini antara lain meliputi:
a)
Cara belajar,
baik belajar secara kelompok ataupun individual.
b)
Cara bagaimana
merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
c)
Efisiensi dalam
menggunakan buku-buku pelajaran.
d)
Cara mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu.
e)
Cara, proses, dan
prosedur tentangmengikuti pelajaran.
Di samping itu, Winkel (1978) mengatakan
bahwa layanan bimbingan dan konseling mempunyai layanan penting untuk membantu
siswa, antara lain dalam hal:
a)
Mengenal diri
sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinanyang terbuka bagi mereka, baik
sekarang maupun yang akan datang.
b)
Mengatasi
masalah pribadi yang menganggu belajarnya. Misalnya: masalah hubungan
muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan dengan orang tua/keluarga, dan
sebagainya.
2.
Bimbingan
Sosial
Dalam proses belajar siswa juga
harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok. Dalam kehidupan
kelompok perlu adanya toleransi/tenggang rasa, saling memberi dan menerima (take
and give), tidak mau menang sendiri, atau kalau mempunyai pendapat harus
diterima dalam mengambil keputusan. Langsung atau tidak langsung suasana
hubungan sosial di kelas atau di sekolah akan dapat mempengaruhi perasaan aman
bagi siswa yang bersangkutan. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasinya dalam
belajar.
Bimbingan sosial
ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahkan dan mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial, sehingga terciptalah
suasana belajar-mengajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmadi (1977) bimbingan
sosial ini dimaksudkan untuk:
a) Memperoleh
kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b) Membantu
memperoleh persahabatan yang sesuai.
c) Membantu
mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah tertentu.
Disamping itu, bimbingan sosial juga
dimaksudkan agar siswa dapat menyesuaikan diri terhadap teman sebayanya baik di
sekolah maupun di luar sekolah (Downing, 1978).
3.
Bimbingan
dalam Mengatasi Masalah-Masalah Pribadi
Bimbingan ini dimaksudkan untuk
membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi, yang dapat mengganggu
kegiatan belajarnya.siswa yang mempunyai masalah dan belum dapat
diatasi/dopecahkan, akan cenderung terganggu konsentrasi dalam belajarnya, dan
akibatnya prestasi belajar yang dicapainya rendah. Dalam kurikulum SMA tahun
1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan dinyatakan ada
beberapa masalah pribadi yang memerlukan bantuan konseling, yaitu masalah
akibat konflik antara:
a) Perkembangan
intelektual dengan emosionalnya.
b) Bakat
dengan aspirasi lingkungan.
c) Kehendak
siswa dengan orang tua atau lingkungannya.
d) Kepentingan
siswa dengan orang tua atau lingkunganya.
e) Situasi
sekolah dengan lingkungan.
f) Bakat
dan pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan keengganan mengambil
pilihan.
Masalah-masalah pribadi ini juga
sering ditimbulkan muda-mudi. Selanjutnya juga dikemukakan oleh Downing (1968)
bahwa layanan bimbingan di sekolah sangat bermanfaat. Terutama dalam membantu:
a)
Menciptakan
suatu hubungan sosial yang menyenangkan.
b)
Menstimulasi
siswa agar mereka meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan belajar-mengajar.
c)
Menciptakan atau
mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
d)
Meningkatkan
motivasi belajar siswa.
e)
Menciptakan dan
menstimulasi timbulnya minat belajar.
E. Landasan Bimbingan dan Konseling
Agar dapat berdiri
tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan
manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di
atas landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan
psikologis; (3) landasan sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks
Indonesia, selain berpijak pada keempat landasan tersebut juga perlu
berlandaskan pada aspek pedagogis, religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar
dari berbagai penyimpangan dalam praktek layanan bimbingan dan konseling,
setiap konselor mutlak perlu memahami dan menguasai landasan-landasan tersebut
sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
1)
Landasan Filosofis: Landasan
filosofis memberikan pemikiran-pemikiran tentang hakikat dan tujuan hidup
manusia dipandang dari perspektif filsafat untuk menemukan hakikat manusia
secara utuh mengingat bimbingan konseling akan selalu berkaitan dengan manusia
sebagai objeknya.
2)
Landasan Historis: Landasan
histories menjelaskan alur/ sejarah kemunculan bimbingan konseling pertama
kali, yang menjadi titik awal lahirnya Bimbingan konseling untuk dijadikan
refleksi bagi bimbingan dan konseling kedepan dalam rangka menghasilkan
pelayanan yang lebih baik lagi.
3)
Landasan Religius: Landasan
religius menggambarkan sisi-sisi agama yang perlu dikorek, diaplikasikan
kedalam pelayanan bimbingan dan konseling karena bimbingan dan konseling tidak
akan lepas dari manusia sebagai objeknya dan realitas bahwa manusia merupakan
makhluk religius.
4)
Landasan Psikologis: Landasan
psikologis menggambarkan sisi-sisi psikis individu, sisi psikis tersebut
berkenaan dengan motif, motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan
individu, belajar, balikan dan penguatan dari kepribadian. Mengingat klien
memiliki psikis yang berbeda maka konselor harus memahami tentang landasan
psikologis.
5)
Landasan Sosial Budaya: Landasan
social budaya menunjukkan pentingnya gambaran aspek-aspek social budaya yang
mewarnai kehidupan seseorang. Aspek social budaya inilah yang membentuk
individu selain factor pembawaan, tepatlah jika landasan ini menjadi bahan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling.
6)
Landasan Ilmiah dan Teknologi: Landasan
ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan
konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multireferensial menerima
sumbangan dari ilmu-ilmu lain dan teknologi, penelitian dalam bimbingan dan
konseling memberikan masukan penting bagi pengembangan keilmuan Bimbingan konseling.
7)
Landasan Pedagogis: Landasan
pedagogis mengemukakan bahwa bimbingan merupakan salah satu bagian dari
pendidikan yang amat penting dalam upaya untuk memberikan bantuan
(pemecahan-pemecahan masalah) motivasi agar peserta didik dapat mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
F.
Prinsip-Prinsip
Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Prinsip-prinsip
yang di maksud ialah landasan teoratis yang mendasari pelaksanaan
Layanan bimbingan dan konseling, agar
layanan tersebut dapat lebih terarah dan berlangsung dengan baik. Bagi para
konselor dalam melaksanakan kegiatan ini perlu sekali memperhatikan
prinsip-prinsip tersebut.berikut ini di kemukakan rumusan tentang
prinsip-prinsip bimbingan yang dituangkan
dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C tentang pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling, yang selanjutnya akan diganti dengan Pedoman Bimbingan dan Konseling
dalam kurikulum1994.
1) Prinsip-Prinsip Umum
Dalam prinsip umum ini dikemukakan
beberapa acuan umum yang mendasari semua kegiatan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip
umum ini antara lain:
a)
Karena bimbingan itu berhubungan
dengan sikap dan tingkah laku individu, perlu diingat bahwa sikap dan tingkah
laku individu itu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan ruwet, sikap
dan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya. Oleh
karena itu, dalam pemberian layanan perlu dikaji kehidupan masa lalu klien,
yang diperkirakan mempengaruhi timbulnya masalah tersebut.
b)
Perlu di kenal dan dipahami
karakteristik individual dari individu yang dibimbing.
c)
Bimbingan yang diarahkan kepada
bantuan yang diberikan supaya individu yang bersangkutan mampu membantu atau
menolong dirinya sendiri dalam menghadapi kesulitan-kesulitannya.
d)
Progam bimbingan harus sesuai dengan
progam pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
e)
Pelaksanaan progam bimbingan harus
dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan
sanggup bekerja sama dengan para pembantunya serta dapat dan bersedia
mempergunakan sumber-sumber yang berguna diluar sekolah.
f)
Terhadap progam bimbingan harus
senantiasa diadakan penilaian secara teratur untuk mengetahui sampai di mana
hasil dan manfaat yang di peroleh serta persesuaian antara pelaksanaan dan
rencana yang di rumuskan terdahulu.
2) Prinsip-Prinsip yang Berhubungan dengan Individu yang Dibimbing
a)
Layanan bimbingan harus diberikan
kepada semua siswa. Maksudnya bahwa bimbingan dalam memberikan layanan tidak
tertuju kepada siswa tertentu saja, tetapi semua siswa. Perlu mendapatkan
bimbingan,baik yang mempunyai masalah ataupun belum. Bagi siswa yang belum
bermasalah, mereka perlu memperoleh bimbingan yang bersifat pencegahan (preventive),
apakah dalam bentuk pemberian informasi pendidikan, jabatan, dan/atau
infornasi cara belajar yang baik.
b)
Harus ada kriteria untuk mengatur
prioritas layanan kepada siswa tertentu. Karena tidak memungkinkan bagi
pembimbing untuk memberikan layanan kapada semua siswa secara bersamaan, dan
masalah-masalah yang dialami oleh siswa juga ada yang perlu mendapatkan layanan
sesegera mungkin, maka untuk menentukan siswa mana yang perlu perlu dilayani
dengan segera perlu ada kriteria tertentu. Kriteria itu misalnya berupa hasil
belajar yang mereka peroleh.Semakin rendah hasil belajar siswa, atau semakin
jauh turun hasil belajarnya dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya, maka
mereka itu perlu diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan, sebab kalau
layanannya tertunda akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar, baik yang
menyangkut kemajuan belajarnya maupun keadaan emosionalnya.
c)
Progam bimbingan harus berpusat pada
siswa. Progam yang disusun harus didasarkan atas kebutuhan siswa. Oleh sebab
itu, sebelum penyusunan progam bimbingan perlu dilakukan analisis kebutuhhan
siswa.
d)
Layanan bimbingan harus dapat
memenuhi kebuttuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan secara serba ragam dan
serba luas.
e)
Keputusan terakhir dalam proses
bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing. Peranan bimbingan, pembimbing
tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing. Peranan
pembimbing hanya memberikan arahan-arahan serta berbagai kemungkinannya, dan
keputusan mana yang akan diambil diserahkan sepenuhnya kepada individu yang
dibimbing. Dengan demikian klien mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keputusanyang
diambilnya itu.
f)
Individu yang mendapat bimbingan
harus berangsur-angsur dapat membimbing dirinya sendiri. Hasil pemberian
layanan diharapkan tidak hanya berguna pada waktu pemberian layanan itu saja, tetapi
jika individu mempunyai masalah yang sama dikemudian hari ia akan dapat
mengatasinya sendiri,sehingga tingkat ketergantungan individu kepada pembimbing
semakin berkurang. Tujuan akhir dari kegiatan ini ialah individu yang dibimbing
(klien)dalam mengatasi masalah dihadapinya.
3) Prinsip-Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Individu yang Memberikan Bimbingan.
a)
Konselor di sekolah dipiilih atas
dasar kualivukasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya. Karena
pekerjaan bimbingan merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian dan
keterampilan-keterampilan tertentu, maka pekerjaan bimbingan itu tidak dapat
dilakukan oleh semua orang. Dengan demikian,orang yang akan bertugas sebagai
penmbimbing di sekolah harus dipilih atas dasar-dasar tertentu,misalnya
kepribadian, pendidikan, pengalaman dan kemampuannya, karena kualifikasi
tersebut dapat mendukung keberhasilan pembimbing dalam melaksanakan
tugasnya.Banyak masalah-masalah yang dalam pemecahannya diperlukan dukungan
pengalaman pembimbing, keluasan wawasan maupun kemampuan lainnya.
b)
Konselor harus mendapat kesempatan
untuk mengembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagi latihan
penataran. Karena ilmu tentang bimbingan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Agar pembimbing dapat mengikuti dan menguasai
perkembangan tersebut, pembimbing hendaklah mencari/mendapatkan kesempatan. Untuk
mengikuti berbagai latihan dan penataran, sehingga potensi yang dimiliki
pembimbing itu lebih berkembang lagi. Dengan demikian teknik-teknik bimbingan
yang dikuasai pembimbing akan lebih kaya, dan wawasannya tentang bimbingan akan
lebih luas.
c)
Konselor hendaknya selalu
mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta
lingkungannya, sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan kearah
penyesuaian diri yang lebih baik. Untuk efektifnya pemberian bantuan kepada
anak didik, pembimbing perlu mengetahui informasi tentang anak didik serta
lingkungannya. Penguasaan informasi tersebut akan memudahkan pembimbing untuk
membantu anak didiknya dalam mencarikan alternatif-alternatif pemecahan masalah
yang dihadapinya serta dalam mengembangkan kemampuannya untuk melakukan
penyesuaian diri secara baik.
d)
Konselor harus menghormati dan
menjaga kerahasiaan informasi tenyang individu yang dibimbingnya. Informasi
yang diperoleh dari individu yang dibimbing itu ada yang perlu dirahasiakan. Kalau
hal ini tidak dapat dilaksanakan oleh pembimbing, maka individu yang
bersangkutan akan merasa malu dan akhirnya individu tersebut tidak akan percaya
pada pembimbing. Sebagai akibatnya jika pada masa datang ia mengalami masalah, ia
tidak akan mau menyampaikannya secara jujur kepada pembimbing. Bila klien
merasa yakin bahwa rahasia pribadinya terjamin, maka ia akan mau membukakan
dengan terus terang permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya. Dengan
demikian,pembimbing dapat memperoleh informasi yang lengkap dan jelas tentang
klien, sehingga mempermudah mengetahui sumber penyebab timbulnya masalah dan
mempercepat pemecahan masalah itu.
e)
Konselor hendaknya mempergunakan
berbagai jenis metode dan teknik yang tepat dalam melakukan tugasnya. Karena
keunikan masalah yang dialami oleh individu dan latar belakangnya maka dalam
pemberian layanan, pembimbing dituntut untuk menguasai berbagai metode dan teknik
bimbingan. Di samping itu, pembimbing juga harus menggunakan berbagai metode
untuk mengatasi masalah yang dialami oleh individu, karena ada masalah yang
dapat diselesaikan dengan teknik saja dan ada pula yang memerlukan lebih dari
satu teknik atau metode.
f)
Konselor hendaknya memerhatikan dan
mempergunakan hasil penelitian dalam bidang minat, kemampuan, dan hasil belajar
individu untuk kepentingan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Dengan
menggunakan data yang tepat maka kegiatan bimbingan akan lebih bermakna bagi
individu yang di bimbing khususnya dan pengembangan kurikulum sekolah pada
umumnya.
4. Prinsip-prinsip khusus yang Berhubungan dengan Organisasi dan Adminitrasi
Bimbingan
a)
Bimbingan harus dilaksanakan secara
berkeseimbangan.
b)
Dalam pelaksanaan bimbingan harus
tersedia kartu pribadi (cumulative record) bagi setiap individu (siswa).
Hal ini sangat diperlukan untuk mencatat data pribadi individu secara
sistematik yang dapat digunakan untuk membantu kemajuan individu yang
bersangkutan. Dengan demikian, pembimbing dapat dengan mudah mengetahui
perkembangan masalah klien dan pembimbing mempunyai data yang lengkap tentang
keadaan kliennya.
c)
Progam bimbingan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Karena pelaksanaan bimbingan
terintegrasi dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, maka dalam
penyusunan progam bimbingan juga harus sesuai dengan progam sekolah itu agar
layanan bimbingan mempunyai sumbangan yang besar terhadap progam sekolah.
d)
Pembagian waktu harus diatur untuk
setiap petugas secara baik. Ini untuk menghindari penumpukan tugas-tugas dari
para pembimbing. Di samping itu, juga
untuk kekecewaan siswa yang merasa senang pada pembimbing tertentu, tetapi
pembimbing tersebut tidak ada.
e)
Bimbingan harus dilaksanakan dalam
situasi individual dan dalam situasi kelompok, sesuai dengan masalah dan metode
yang dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
f)
Sekolah harus bekerja sama dengan
lembaga-lembaga di luar sekolah yang menyelenggarakan layanan yang berhubungan
dengan bimbingan dan penyuluhan pada umumnya.
g)
Kepala sekolah memegang tanggung
jawab tertinggi dalam pelaksanaan bimbingan.
G.
Asas-Asas
Bimbingan dan Konseling
Asas adalah segala hal yang harus
dipenuhi dalam melaksanakan suatu kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat
melaksanakan dengan baik serta mendapatkan hasil yang memuaskan. Dengan
kegiatan/layanan bimbingan dan konseling menurut Prayitno (1982) ada beberapa
yang perlu diperhatikan, yaitu:
a)
Asas
Kerahasiaan
Asas
ini mempunyai makna yang sangat penting dalam layangan bimbingan dan konseling.
Mungkin tidak terlalu merlebihan bila mana asa ini disebut dengan asas kunci
dalam pemberian layanan tersebut. Sebagian keberhasilan layanan bimbingan
banyak ditentukan oleh asas ini, sebab klien akan mau membukakan keadaan
dirinya sampai dengan masalah-masalah yang sangat pribadi, apabila ia yakin
bahwa konselor dapat menyimpan rahasianya. Dengan adanya keterbukaan dari klien
memberikan kemudahan-kemudahan bagi konselormenemukan sumber penyebab timbulnya
masalah, yang selanjutnya dapat mempermudah pula mencari atau mendapatkan jalan
pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
b)
Asas
Keterbukaan
Konselor
harus berusaha untuk menciptakan suasana keterbukaan dalam membahas masalah
yang dialami klien. Klien terbuka menyampaikan perasaan, pikiran, dan
keinginannya yang diperkirakan sebagai sumber timbulnya permasalahan. Klien
merasa bebas mengutarakan permasalahannya, dan konselor pun dapat menerimanya
dengan baik. Konselor juga terbuka dalam memberikan tanggapan terhadap hal-hal
yang dikemukakan oleh klien. Namun demikian, suasana keterbukaan ini sangat
sulit terwujud bilamana asas kerahasiaan tidak dapat di laksanakan dengan baik.
Oleh karena itu, asas kerahasiaan akan sangat mendukung terciptanya keterbukaan
klien dalam menyampaikan persoalannya.
c)
Asas
Kesukarelaan
Konselor
mempunyai peran utma dalam mewujudkan asas kesukarelaan ini. Konselor harus
mampu mencerminkan asas ini dalam menerima kehadiran klien. Bilamana konselor
tidaksiap menerima kehadiran klien karena satu hal dan lain hal, seperti tidak
cukupnya waktu untuk berkonsultasi yang disebabkan ada acara lain; badan atau
perasaan tidak enak; sedang punya masalah yang agak serius, dan sebagainya
Kondisi konselor yang demikian dapat menyebabkan asas kesukarelaan ini tidak
terwujud, kalau mereka paksakan untuk mrlakukan konsultasi. Sebaliknya bila
klien tidak mau dengan sukarela mengemukakan permasalahannya, maka konsultasi
itu tidak mungkin berlangsung secara efektif. Hal ini bisa terjadi mungkin
disebabkan oleh kesan klien yang kurang baik terhadap konselornya, sehingga
masalah-masalah yang dihadapi enggan disampaikan kepada konselor.
d)
Asas
Kekinian
Pemecahan
masalah dalam kegiatan konseling seharusnya berfokus pada masalah-masalah yang
dialami oleh klien pada saat ini. Apa yang dirasakan dan dipikirkan pada saat
konsultasi, itulah yang menjadi pusat perhatian dalam mencarikan pemecahannya.
Konselor jangan terperangkap dalam pembicaraan tentang masalah-masalah yang
tidak lagi menjadi persoalan bagi klien. Bila hal ini terjadi, maka kegitan
layanan tersebut tidak akan memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh
klien. Misalnya:Klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya rendah. Pembicaraan
hendaknya berorientasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan rendahnya
prestasi belajar tersebut, dan bukan hal-hal yang lain yang tidak ada lagi
kaitannya dengan masalah tersebut.
e)
Asas
Kegiatan
Usaha
layanan bimbingan dan konseling akan dapat berlngsung baik, bilamana klien mau
melaksanakan sendiri kegiatan yang telah dibahas dalam layanan itu. Oleh karena
itu, konselor hendaknya mampu memotifasi klien untuk melaksanakan semua saran
yang telah disampaikannya. Keberhasilan layanan bimbingan dan konseling
tidaklah terwujud dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan klien itu sendiri.
f)
Asas
Kedinamisan
Arah
bimbingan dan konseling yaitu terwujudnya perubahan dalam diri klien, yaitu
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Sesuai dengan sifat keunikan
manusia maka konselor harus memberikan layanan seirama dengan
perubahan-perubahn yang ada pada diri klien. Perubahnitu tidak hanya sekedar
berupa pengulangan-pengulangan yang bersifat monoton, melainkan perubahan
menuju pada suatu kemajuan.
g)
Asas Keterpaduan
Kepribadian
klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai macam aspek. Dalam pemberian
layanan kepada klien, hendaknya selalu diperhatikan aspek-asoek kepribadian
klien yang diarahkan untuk mencapai keharmonisan atau keterpaduan. Bila tidak
terwujud keterpaduan aspek-aspek ini justru akan menimbulkan masalah baru.
Di
samping keterpaduan layanan yang diberikan, konselor juga harus memperhatikan
keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, jangan sampai terjadi
timbulnya ketidakserasian atau pertentangan dengan aspek layanan lainnya.
h)
Asas
Kenormatifan
Maksud
dari asas ini ialah usaha layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan itu
hendaknya tidak bertentengan dengan norma-norma yang berlak, sehingga tidak
terjadi penolakan dari individu yang dibimbing. Baik penolakan dalam prosesnya
maupun saran-saran atau keputusan yang dibahas dalam konseling.
i)
Asas
Keahlian
Layanan
bimbungan dan konseling adalah profesional, olek karena itu tidak mungkin dilaksanakan
oleh orang-orang yang tidak dididik dan dilatih
atau dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu
keterampilan khusus. Konselor harus benar-benar terlatih ungtuk itu, sehingga
layanan tersebut benar-benar profesional.
j)
Asas Alih Tangan
Asas
ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemberian layanan yang tidak
tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan serba tahu, sehingga dalam
pemberian layanan ia perlu membatasidiri sesuai dengan keahliannya. Bila
ditemukan masalah-masalah klien tersebut di luar bidang keahliannya, maka
konselor hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
k)
Asas Tut
Wuri Handayani
Setelah
klien mendapat layanan, hendaknya pemberian layanan tersebut tidak hanya pada klien
mengemukakan persoalannya. Di luar layanan pun hendaknya makna bimbingan dan
konseling tetap dapat dirasakan, sehingga tercipta hubungan yang harmonis
antara konselor dan kliennya. Klien hendaknya merasa terbantu dan merasa aman
atas pemberian layanan itu.dalam pemecahan masalah, konselor jangan dijadikan
alat oleh klientetapi klien sendirilah yang harus membuat keputusan. Konselor
sewaktu-waktu siap membantunya, bila dalam pelaksanaanya, klien mengalami
masalah atu benturan-benturan lagi.
H.
Orientasi
Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling
perlu memiliki orientasi tertentu. Menurut Humphryes dan Traxler (1954) sikap
dasar pekerjaan bimbingan itu ialah bahwa individual ialah merupakan suatu hal
yang sangat penting.
Dalam
Kurikulum 1975 tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Buku III C (1976: 5)
dinyatakan bahwa: Bimbingan di SMA merupakan bantuan khusus yang diberikan
kepada siswa SMA dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kemungkinan
kenyataan-kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapinya dalam rangka
perkembangan yang optimal, sehingga mereka dapat memahami diri, mengarahkan
diri, dan bertindak, serta bersikap sesuatu dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Pengertian
di atas menekankan bahwa layangan bimbingan hendaknya
berfokuskan/berorientasikan pada perkembangan individu. Dari segi lain,
Prayitno(1982) menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling harus
berpusat/berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan istilah
lain disebutkan asas kekinian. Ini berarti bahwa layanan bimbingan dan
konseling harus berorientasikan pada masalah-masalah yang dihadapi oleh klien
pada saat ia berkonsultasi.
Berdasarkan pendapat-pendapat di
atas Soetjipto dan Kosasi dalam bukunya Profesi Keguruan (2007) menyimpulkan
bahwa layanan bimbingan dan konseling hendaknya menekankan pada orientasi
individual, perkembangan dan masalah. Senada dengan hal ini, Prayitno dan Amti
dalam bukunya Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling(2004) orientasi bimbingan dan
konseling ada tiga yaitu orientasi perseorangan, perkembangan, dan
permasalahan. Berikut diuraikan ketiga orientasi tersebut:
1) Orientasi Perorangan
Sejumlah kaidah yang berkaitan
dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling dapat dicatat sebagai
berikut:
a. Semua
kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling
diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi
sasaran layanan.
b. Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk
memahami kebutuhan-kebutuhan, motivasi-motivasinya, dan kemampuan-kemampuan
potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat
menghargai kebutuhan, motivasi, dan potensinya itu kea rah pengembangannya yang
optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungan.
c. Setiap
klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual (Rogers,
dalam McDaniel, 1956). Adalah menjadi tanggungjawab konselor untuk memahami
minat, kemampuan, dan persaan klien serta untuk menyesuaikan program-program
pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin. Dalam hal itu,
penyelenggaraan program yang sistematis untuk mempelajarai individu merupakan
dasar yang tak terelakkan bagi berfungsinya program bimbingan(McDaniel, 1956).
Kaidah-kaidah tersebut akan diturunkan sampai dengan penerapannya dalam
berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.
Soetjipto dan Kosasi (2007: 80)
menambahkan bahwa pada hakikatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu
sama lain. Perbedaan itu bersumber pada latar belakang pengalamannya,
pendidikan, dan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki dan sebagainya. Menurut Willerman(1979) anak kembar satu
telur pun juga mempunyai perbedaan, apalagi kalau dibesarkan dalam lingkungan
yang berbeda. Ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan dapat memberika andil
terjadinya perbedaan individu. Tylor(1956) juga menyatakan bahwa kelas social
keluarga dapat menimbulkan terjadinya perbedaan individu.
Perbedaan latar belakang kehidupan
individu ini dapat mempengaruhinya dalam cara berpikir, cara berperasaan, dan
cara menganalisis data. Dalam layanan dan bimbingan konseling ini harus menjadi
perharian besar. Inilah yang dimaksud dg orientasi individual.
2) Orientasi Perkembangan
Salah satu fungsi bimbingan dan
konseling adalah fungsi tersebut adalah pemeliharaan dan pengembangan.
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi
pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan
pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada
keseluruhan proses perkembangan itu.
Secara khusus, Thompson&Rudolph
(1983) melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam
perkembangannya, anak-anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan
kognisi dalam empat bentuk:
a. Hambatan
egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan laindi luar apa yang
dipahaminya,
b. Hambatan
konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih dari
satu aspek tentang sesuatu hal,
c. Hambatan
reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur
yang dipahami semula,
d. Hambatan
transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang
ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan
bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah menangani hambatan-hambatan
perkembangan itu. Masing-masing individu berada pada usia perkembangan. Dalam
setiap tahap usia perkembangan, individu hendaknya mampu mewujudkan tugas
perkembangan tersebut. Setiap tahap atau periode perkembangan mempunyai
tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang sudah harus dicapai pada akhir
tahap perkembanganya itu. Pencapaian
tugas perkembangan di suatu tahap perkembangan akan mempengaruhi perkembangan
berikutnya(Ratna Asmara Pane, 1988). Tugas perkembangan itu merupakan suatu
tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang
apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa keberhasilan;
sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri
individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya(Yusuf, 2009:65).
Sebagai contoh dapat dikemukakan tugas perkembangan pada masa remaja menurut
Havighurst yang dikutip oleh Hurlock(1980) antara lain:
a. Mampu
mengadakan hubungan-hubungna baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik
laki-laki maupun perempuan.
b. Dapat
berperan sosial yang sesuai.
c. Menerima
keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya dengan baik.
d. Mampu
menerima tanggungjawab social dan bertingkah laku sesuai denga tanggung jawab
sosial.
e. Tidak
tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
Selanjutnya, menurut Willian Kay mengemukakan tugas perkembangan remaja itu
sebagai berikut:
·
Menerima
fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
·
Mencapai
kemandirian emosional dari orangtua atau figure-figur yang mempunyai otoritas.
·
Mengembangkan
keterampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya atau orang
lain, baik secara individual maupun kelompok.
·
Menemukan
manusia model yang dijadikan identitasnya.
·
Menerima dirinya
sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
·
Memperkuat
self-control(kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai,
prinsip-prinsip atau falsafah hidup.
·
Mampu
meninggalkan reaksi da n penyesuaian diri(sikap/perilaku) kekanak-kanakan.
3) Orientasi Permasalahan
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi
bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan, orientasi masalah secara
langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan.
Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari
masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan
menginginkan agar individu yang sudah terlanjur mengalami maslaah dapat
terentaskan masalahnya. Melalui fungsi pencegahan, layanan dan bimbingan
konseling dimaksudkan mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga
mereka terhindar dari bernagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangannya.
Fungsi ini dapat diwujudkan oleh guru pembimbing atau konselor dengan
merumuskan program bimbungan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat
menghambat perkembangan siswa kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah
sosial, dan sebagainya dapat dihindari. Beberapa kegiatan atau layanan yang
dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi ini adalah layanan orientasi dan
layanan kegiatan kelompok.
Fungsi-fungsi lain, yaitu fungsi
pemahaman, dan fungsi pemeliharaan/pengembangan pada dasarnya juga
bersangkut-paut dengan permasalahan pada diri klien. Fungsi pemahaman
memungkinkan individu memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan yang
dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula
bermanfaat di dalam upaya pengentasan masalah yang telah terjadi. Demikian pula
fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahkan ataupun terentaskannya
masalah-masalah tertentu. Fungsi pemeliharaan dimaksudkan untuk memelihara
segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu(siswa) dan mengusahakannya
agar hal-hal tersebut bertambah baik dan berkembang, contohnya adalah kegiatan
kelompok belajar dan penjurusan, penempatan siswa pada program-program akademik
tertentu serta kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian konsep orientasi
masalah terentang seluas daerah beroperasinya funsi-fungsi bimbingan, dan
dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling.
Jenis masalah yang mungkin diderita oleh individu amat bervariasi. Roos L.
Mooney (dalam Prayitno, 1987) mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan ke
dalam sebelas kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan :
a. Perkembangan
jasmani dan kesehatan (PJK).
b. Keuangan,
keadaan lingkungan, dan pekerjaan (KLP).
c. Kegiatan
sosial dan reaksi (KSR).
d. Hubungan
muda-mudi, pacaran, dan perkawinan (HPP).
e. hubungan
social kejiwaan (HSK).
f. keadaan
pribadi kejiwaan (KPK).
g. moral
dan agama (MDA).
h. keadaan
rumah dan keluarga (KRK).
i.
masa depan pendidikan
dan pekerjaan (MPP).
j.
penyesuaian
terhadap tugas-tugas sekolah (PTS).
k. kurikulum
sekolah dan prosedur pengajaran (KPP).
Frekuensi dialaminya masalah-masalah
tersebut juga bervariasi. Satu jenis masalah barangkali lebih banyak dialami,
sedangakan jenis masalah lain lebih jarana muncul. Frekuensi munculnya
masalah-masalah itu diwarnai oleh berbagai kondisi lingkungan layanan bimbingan
dan konseling harus bertolak dari masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Konselor
hendaknya tidak terperangkap dalam masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan
oleh klien. Hal ini disebut dengan asas kekinian(Prayitno, 1985). Artinya
pembahasan masalah difokuskan pada masalah yang saat ini(saat berkonsultasi)
dirasakan oleh klien. Kadang-kadang konselor terperangkap dalam hal-hal lain
yang sebenarnya tidak dirasakan sebagai masalah oleh klien yang bersangkutan.
Akibatnya, masalah yang sebenarnya justru tidak teratasi atau bahkan timbul
masalah baru. Konselor dapat saja membahas hal-hal lain asal masih ada
kaitannya dg masalah yang dihadapi klien. Lebih jauh lagi mengenai asas kekinian
yang berhubungan erat dengan orientasi ini berarti asas yang menghendaki agar
objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan perserta didik
(klien) dalam kondisi sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa depan atau
masa lampau pun dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang dapat
diperbuat sekarang. (Satori,dkk.2007:49).
Bilamana klien menyampaikan
informasi atau berbicara tentang masalah yang tidak ada kaitannya dengan
kesulitan yang sedang dikonsultasikan, maka konselor harus membawanya kembali
kepada masalah yang sedang dihadapi. Jangan sampai konselor hanyut dalam
pembicaraan. Olehkarena itu, konselor harus selalu sadar akan arah sasaran yang
dituju untuk memcahkan masalah klien. (Soetjipto dan Kosasi, 2007: 82).
KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling adalah
pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok
agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi,
sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995).
Keberhasilan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di
sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama,
penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan
kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.
Sedangkan
menurut Ahmad Sudrajat: 2008 Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli
dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta
kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan
kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan
lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4)
mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Bimbingan
dan konseling dapat memberikan layanan dalam: (1) bimbingan belajar, (2)
bimbingan sosial, (3) bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.
Layanan
bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan
mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis; (3) landasan
sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Prayitno(1982)
menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berpusat/berorientasi
pada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan istilah lain disebutkan asas
kekinian. Ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling harus
berorientasikan pada masalah-masalah yang dihadapi oleh klien pada saat ia
berkonsultasi.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ahmadi, Abu.
1977. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra.
·
Pane, Ratna
Asmara. 1988. Masa Remaja (Suatu
Periode Transisi). Padang: Diperbanyak oleh FIP FKIP Padang.
·
Soetdjipto dan
Kosasi, Raflis. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
·
Winkel,
W.S.. 1991, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
Jakarta : PT Grasindo.
·
Yusuf, Syamsu dan Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan
Bimbingan dan Konseling, Bandung : Remaja Rosdakarya
·
Prayitno dan Amti, Erman, 2004, Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.