Selasa, 24 April 2012

Persembahan,,,"


Terima kasih, Tuhan
Atas cinta, kasih sayang-Mu
Yang engkau tanamkan dalam jiwa dan kalbu
Yang ta’ menentu
Aku rindu pada-Mu...
Untuk:
Dia yang ku rindu
Dia yang merindu
Inilah kebahagiaan, kebahagiaan penuh makna
Itulah kenangan, kenangan yang ta’ pernah terlupa...
Namun...
Kamu masih...
Kamu selalu dalam nafasku
Hari ini, maybe untuk selamanya
Kepadamu, wahai orang tuaku mutiara-mutiara cinta...
Yang selalu mendekap dalam jiwaku.

Bimbingan dan Konseling,,,"


Makalah Profesi Keguruan
BIMBINGAN DAN KONSELING



Dosen Pembimbing:
Drs. Rulam Ahmadi, M.Pd.




Oleh:
VIKA KHULLA MAHBUBAH     (2090710066)
e-mail:
Vic_strawberry@yahoo.com



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2011

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
            Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
            Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by one person to another in making choice and adjustments and in solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung makud bahwa tugas bimbingan adalah membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri sedangkan keputusan terakhir tergantung individu yang dibimbing (klien).
            Ini senada dengan pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh Rochman Natawidjaja (1978), bimbingan adalah bimbingan adalah proses bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, sudaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
            Bimbingan adalah Proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial).
            “Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik” (Mathewson,1969). Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
            Selanjutnya Bimo walgito (1982: 11) menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para ahli, sehingga mendapatkan rumusan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
            Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh banyak para ahli tersebut, dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan:
a.       Suatu proses yang berkesinambungan,
b.      Bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu,
c.       Suatu proses membantu individu,
d.      Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya,
e.       Kegiatan yang bertujuan utama memberiakn bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
            Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.
Pengertian Konseling
            Secara Etimologi berasal dari bahasa Latin “consilium “artinya “dengan” atau bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau “memahami” . Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti”menyerahkan” atau “menyampaikan”.
            Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
            Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut para ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian, dan penyuluhan keluarga berencana. Untuk menekankan kekhususannya itulah maka dipakai istilah Bimbingan dan Konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu memberiakn jenis layanan konseling ini (Winkel, 1978).
            Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976: 19a) konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di manayang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dalam masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
            Bimo walgito (1982: 11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
            Berdasarkan pendapat pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Pada umumnya dilaksanakan secara individual,
b)      Pada umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka,
c)      Untuk melaksanakan konseling dibutuhkan orang yang ahli,
d)     Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan nasalah yang dihadapi klien,
e)      Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
            Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan kegiatan mengajar. Perbedaan itu antara lain:
a)      Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan mengajar sudah dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian tujuan tersebutsama untuk seluruh siswa dalam satu kelas atau satu tingkat. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan lebih bersifat induvidual atau kelompok.
b)      Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak diarahkan pada pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah, sedangkan pembicaraan dalam konseling lebih ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi klien.
c)      Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan dalam kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya klien telah/sedang menghadapi masalah.
d)     Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut suatu keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.


B.     Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan di Sekolah
            Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat selain menggembangkan kemampuan inteleknya bimbingan dan konseling menanggani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Mortensen & Schemuller, 1969).
            Bimbingan konseling di sekolah semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor, seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro (1982), sebagai berikut:
1)      Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua setelah rumah, dimana anak dalam waktu sekian jam (± 6 jam) hidupnya berada di sekolah.
2)      Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.
            Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.

A. Peran Kepala Sekolah
            Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Secara garis besarnya, Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam bimbingan dan konseling, sebagai berikut :
·         Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.
·         Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
·         Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
·         Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
·         Memfasilitasi guru pembimbing/konselor untuk dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya, melalui berbagai kegiatan pengembangan profesi.
·         Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

B. Peran Guru Mata Pelajaran
            Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya.
            Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
  • Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
  • Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
  • Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
  • Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
  • Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
  • Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
  • Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

C. Peran Wali Kelas
  • Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :
  • Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
  • Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
  • Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;
  • Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan
  • Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
            Kehadiran konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa konselor ternyata sangat membantu guru, dalam hal:
1)      Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang mempunyai katan erat dengan profesinya sebagai guru.
2)      Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses belajar-mengajar.
3)      Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
4)      Mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya.

            Konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan. Keduanya dapat saling menunjang terciptanya proses pembelajaran yang lebih efektif. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling, tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan di sekolah.

C.    Tujuan Bimbingan di Sekolah
            Layanan bimbingan sangat dibutuhkan agar siswa-siswa yang mempunyai masalah dapat terbantu, sehingga mereka dapat belajar lebih baik. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C dinyatakan bahwa tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa:
1)      Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
2)      Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan sosial.
3)      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
4)      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan study.
5)      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
6)      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-emosianal di sekolah yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas.

            Sedangkan menurut Ahmad Sudrajat: 2008 Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
            Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
            Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
  • Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
  • Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
  • Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
  • Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
  • Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
  • Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
  • Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
  • Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
  • Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
  • Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
  • Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
  • Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
  • Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
  • Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
  • Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
  • Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
  • Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah
  • Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
  • Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
  • Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
  • Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
  • Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
  • Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
  • Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
  • Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
  • Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
D.    Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
            Pengembangan diri siswa dimulai dengan merancang program untuk optimalisasi potensi ketiga pilar yakni guru, orang tua, dan siswa. Untuk itu peran guru bimbingan dan konseling menjadi sangat sentral dalam pembelajaran siswa.
            Sebagai tanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti dikemukakan oleh Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut:
1)      Hasil belajarnya rendah, di bawah rata-rata kelas.
2)      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3)      Menunjukkan sikap yang kurang wajar: suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan tugas-tugas, dan sebagainya.
4)      Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan sebagainya.
            Siswa yang mengalami kesulitan belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa ia memiliki masalah tetapi tidak tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak mengerti kepada siapa ia harus meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya itu. Apabila masalahnya itu belum teratasi, mereka mungkin tidak dapat belajar dengan baik, karena konsentrasinya akan terganggu.
            Dalam kondisi seperti di atas, maka bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam: (1) bimbingan belajar, (2) bimbingan sosial, (3) bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.
1.      Bimbingan Belajar
            Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan ini antara lain meliputi:
a)      Cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun individual.
b)      Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
c)      Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.
d)     Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu.
e)      Cara, proses, dan prosedur tentangmengikuti pelajaran.       
            Di samping itu, Winkel (1978) mengatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling mempunyai layanan penting untuk membantu siswa, antara lain dalam hal:
a)      Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinanyang terbuka bagi mereka, baik sekarang maupun yang akan datang.
b)      Mengatasi masalah pribadi yang menganggu belajarnya. Misalnya: masalah hubungan muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan dengan orang tua/keluarga, dan sebagainya.
2.      Bimbingan Sosial
            Dalam proses belajar siswa juga harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok. Dalam kehidupan kelompok perlu adanya toleransi/tenggang rasa, saling memberi dan menerima (take and give), tidak mau menang sendiri, atau kalau mempunyai pendapat harus diterima dalam mengambil keputusan. Langsung atau tidak langsung suasana hubungan sosial di kelas atau di sekolah akan dapat mempengaruhi perasaan aman bagi siswa yang bersangkutan. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasinya dalam belajar.
Bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial, sehingga terciptalah suasana belajar-mengajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmadi (1977) bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk:
a)      Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b)      Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
c)      Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah tertentu.

            Disamping itu, bimbingan sosial juga dimaksudkan agar siswa dapat menyesuaikan diri terhadap teman sebayanya baik di sekolah maupun di luar sekolah (Downing, 1978).
3.      Bimbingan dalam Mengatasi Masalah-Masalah Pribadi
            Bimbingan ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi, yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya.siswa yang mempunyai masalah dan belum dapat diatasi/dopecahkan, akan cenderung terganggu konsentrasi dalam belajarnya, dan akibatnya prestasi belajar yang dicapainya rendah. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan dinyatakan ada beberapa masalah pribadi yang memerlukan bantuan konseling, yaitu masalah akibat konflik antara:
a)      Perkembangan intelektual dengan emosionalnya.
b)      Bakat dengan aspirasi lingkungan.
c)      Kehendak siswa dengan orang tua atau lingkungannya.
d)     Kepentingan siswa dengan orang tua atau lingkunganya.
e)      Situasi sekolah dengan lingkungan.
f)       Bakat dan pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan keengganan mengambil pilihan.
            Masalah-masalah pribadi ini juga sering ditimbulkan muda-mudi. Selanjutnya juga dikemukakan oleh Downing (1968) bahwa layanan bimbingan di sekolah sangat bermanfaat. Terutama dalam membantu:
a)      Menciptakan suatu hubungan sosial yang menyenangkan.
b)      Menstimulasi siswa agar mereka meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan belajar-mengajar.
c)      Menciptakan atau mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
d)     Meningkatkan motivasi belajar siswa.
e)      Menciptakan dan menstimulasi timbulnya minat belajar.

E.     Landasan Bimbingan dan Konseling
            Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis; (3) landasan sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, selain berpijak pada keempat landasan tersebut juga perlu berlandaskan pada aspek pedagogis, religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
1)      Landasan Filosofis: Landasan filosofis memberikan pemikiran-pemikiran tentang hakikat dan tujuan hidup manusia dipandang dari perspektif filsafat untuk menemukan hakikat manusia secara utuh mengingat bimbingan konseling akan selalu berkaitan dengan manusia sebagai objeknya.
2)      Landasan Historis: Landasan histories menjelaskan alur/ sejarah kemunculan bimbingan konseling pertama kali, yang menjadi titik awal lahirnya Bimbingan konseling untuk dijadikan refleksi bagi bimbingan dan konseling kedepan dalam rangka menghasilkan pelayanan yang lebih baik lagi.
3)      Landasan Religius: Landasan religius menggambarkan sisi-sisi agama yang perlu dikorek, diaplikasikan kedalam pelayanan bimbingan dan konseling karena bimbingan dan konseling tidak akan lepas dari manusia sebagai objeknya dan realitas bahwa manusia merupakan makhluk religius.
4)      Landasan Psikologis: Landasan psikologis menggambarkan sisi-sisi psikis individu, sisi psikis tersebut berkenaan dengan motif, motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan penguatan dari kepribadian. Mengingat klien memiliki psikis yang berbeda maka konselor harus memahami tentang landasan psikologis.
5)      Landasan Sosial Budaya: Landasan social budaya menunjukkan pentingnya gambaran aspek-aspek social budaya yang mewarnai kehidupan seseorang. Aspek social budaya inilah yang membentuk individu selain factor pembawaan, tepatlah jika landasan ini menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling.
6)      Landasan Ilmiah dan Teknologi: Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multireferensial menerima sumbangan dari ilmu-ilmu lain dan teknologi, penelitian dalam bimbingan dan konseling memberikan masukan penting bagi pengembangan keilmuan Bimbingan konseling.
7)      Landasan Pedagogis: Landasan pedagogis mengemukakan bahwa bimbingan merupakan salah satu bagian dari pendidikan yang amat penting dalam upaya untuk memberikan bantuan (pemecahan-pemecahan masalah) motivasi agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

F.     Prinsip-Prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah
            Prinsip-prinsip yang di maksud ialah landasan teoratis yang mendasari pelaksanaan      
Layanan bimbingan dan konseling, agar layanan tersebut dapat lebih terarah dan berlangsung dengan baik. Bagi para konselor dalam melaksanakan kegiatan ini perlu sekali memperhatikan prinsip-prinsip tersebut.berikut ini di kemukakan rumusan tentang prinsip-prinsip bimbingan  yang dituangkan dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C tentang pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, yang selanjutnya akan diganti dengan Pedoman Bimbingan dan Konseling dalam kurikulum1994.
1)      Prinsip-Prinsip Umum
           Dalam prinsip umum ini dikemukakan beberapa acuan umum yang mendasari semua kegiatan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip umum ini antara lain:
a)      Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan ruwet, sikap dan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu, dalam pemberian layanan perlu dikaji kehidupan masa lalu klien, yang diperkirakan mempengaruhi timbulnya masalah tersebut.
b)      Perlu di kenal dan dipahami karakteristik individual dari individu yang dibimbing.
c)      Bimbingan yang diarahkan kepada bantuan yang diberikan supaya individu yang bersangkutan mampu membantu atau menolong dirinya sendiri dalam menghadapi kesulitan-kesulitannya.
d)     Progam bimbingan harus sesuai dengan progam pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
e)      Pelaksanaan progam bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerja sama dengan para pembantunya serta dapat dan bersedia mempergunakan sumber-sumber yang berguna diluar sekolah.
f)       Terhadap progam bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian secara teratur untuk mengetahui sampai di mana hasil dan manfaat yang di peroleh serta persesuaian antara pelaksanaan dan rencana yang di rumuskan terdahulu.
2)      Prinsip-Prinsip yang Berhubungan dengan Individu yang Dibimbing
a)      Layanan bimbingan harus diberikan kepada semua siswa. Maksudnya bahwa bimbingan dalam memberikan layanan tidak tertuju kepada siswa tertentu saja, tetapi semua siswa. Perlu mendapatkan bimbingan,baik yang mempunyai masalah ataupun belum. Bagi siswa yang belum bermasalah, mereka perlu memperoleh bimbingan yang bersifat pencegahan (preventive), apakah dalam bentuk pemberian informasi pendidikan, jabatan, dan/atau infornasi cara belajar yang baik.
b)      Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas layanan kepada siswa tertentu. Karena tidak memungkinkan bagi pembimbing untuk memberikan layanan kapada semua siswa secara bersamaan, dan masalah-masalah yang dialami oleh siswa juga ada yang perlu mendapatkan layanan sesegera mungkin, maka untuk menentukan siswa mana yang perlu perlu dilayani dengan segera perlu ada kriteria tertentu. Kriteria itu misalnya berupa hasil belajar yang mereka peroleh.Semakin rendah hasil belajar siswa, atau semakin jauh turun hasil belajarnya dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya, maka mereka itu perlu diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan, sebab kalau layanannya tertunda akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar, baik yang menyangkut kemajuan belajarnya maupun keadaan emosionalnya.
c)      Progam bimbingan harus berpusat pada siswa. Progam yang disusun harus didasarkan atas kebutuhan siswa. Oleh sebab itu, sebelum penyusunan progam bimbingan perlu dilakukan analisis kebutuhhan siswa.
d)     Layanan bimbingan harus dapat memenuhi kebuttuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan secara serba ragam dan serba luas.
e)      Keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing. Peranan bimbingan, pembimbing tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing. Peranan pembimbing hanya memberikan arahan-arahan serta berbagai kemungkinannya, dan keputusan mana yang akan diambil diserahkan sepenuhnya kepada individu yang dibimbing. Dengan demikian klien mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keputusanyang diambilnya itu.
f)       Individu yang mendapat bimbingan harus berangsur-angsur dapat membimbing dirinya sendiri. Hasil pemberian layanan diharapkan tidak hanya berguna pada waktu pemberian layanan itu saja, tetapi jika individu mempunyai masalah yang sama dikemudian hari ia akan dapat mengatasinya sendiri,sehingga tingkat ketergantungan individu kepada pembimbing semakin berkurang. Tujuan akhir dari kegiatan ini ialah individu yang dibimbing (klien)dalam mengatasi masalah dihadapinya.
3)      Prinsip-Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Individu yang Memberikan Bimbingan.
a)      Konselor di sekolah dipiilih atas dasar kualivukasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya. Karena pekerjaan bimbingan merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian dan keterampilan-keterampilan tertentu, maka pekerjaan bimbingan itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Dengan demikian,orang yang akan bertugas sebagai penmbimbing di sekolah harus dipilih atas dasar-dasar tertentu,misalnya kepribadian, pendidikan, pengalaman dan kemampuannya, karena kualifikasi tersebut dapat mendukung keberhasilan pembimbing dalam melaksanakan tugasnya.Banyak masalah-masalah yang dalam pemecahannya diperlukan dukungan pengalaman pembimbing, keluasan wawasan maupun kemampuan lainnya.
b)      Konselor harus mendapat kesempatan untuk mengembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagi latihan penataran. Karena ilmu tentang bimbingan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Agar pembimbing dapat mengikuti dan menguasai perkembangan tersebut, pembimbing hendaklah mencari/mendapatkan kesempatan. Untuk mengikuti berbagai latihan dan penataran, sehingga potensi yang dimiliki pembimbing itu lebih berkembang lagi. Dengan demikian teknik-teknik bimbingan yang dikuasai pembimbing akan lebih kaya, dan wawasannya tentang bimbingan akan lebih luas.
c)      Konselor hendaknya selalu mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan kearah penyesuaian diri yang lebih baik. Untuk efektifnya pemberian bantuan kepada anak didik, pembimbing perlu mengetahui informasi tentang anak didik serta lingkungannya. Penguasaan informasi tersebut akan memudahkan pembimbing untuk membantu anak didiknya dalam mencarikan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya serta dalam mengembangkan kemampuannya untuk melakukan penyesuaian diri secara baik.
d)     Konselor harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi tenyang individu yang dibimbingnya. Informasi yang diperoleh dari individu yang dibimbing itu ada yang perlu dirahasiakan. Kalau hal ini tidak dapat dilaksanakan oleh pembimbing, maka individu yang bersangkutan akan merasa malu dan akhirnya individu tersebut tidak akan percaya pada pembimbing. Sebagai akibatnya jika pada masa datang ia mengalami masalah, ia tidak akan mau menyampaikannya secara jujur kepada pembimbing. Bila klien merasa yakin bahwa rahasia pribadinya terjamin, maka ia akan mau membukakan dengan terus terang permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya. Dengan demikian,pembimbing dapat memperoleh informasi yang lengkap dan jelas tentang klien, sehingga mempermudah mengetahui sumber penyebab timbulnya masalah dan mempercepat pemecahan masalah itu.
e)      Konselor hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik yang tepat dalam melakukan tugasnya. Karena keunikan masalah yang dialami oleh individu dan latar belakangnya maka dalam pemberian layanan, pembimbing dituntut untuk menguasai berbagai metode dan teknik bimbingan. Di samping itu, pembimbing juga harus menggunakan berbagai metode untuk mengatasi masalah yang dialami oleh individu, karena ada masalah yang dapat diselesaikan dengan teknik saja dan ada pula yang memerlukan lebih dari satu teknik atau metode.
f)       Konselor hendaknya memerhatikan dan mempergunakan hasil penelitian dalam bidang minat, kemampuan, dan hasil belajar individu untuk kepentingan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Dengan menggunakan data yang tepat maka kegiatan bimbingan akan lebih bermakna bagi individu yang di bimbing khususnya dan pengembangan kurikulum sekolah pada umumnya.
4.      Prinsip-prinsip khusus yang Berhubungan dengan Organisasi dan Adminitrasi Bimbingan
a)      Bimbingan harus dilaksanakan secara berkeseimbangan.
b)      Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi (cumulative record) bagi setiap individu (siswa). Hal ini sangat diperlukan untuk mencatat data pribadi individu secara sistematik yang dapat digunakan untuk membantu kemajuan individu yang bersangkutan. Dengan demikian, pembimbing dapat dengan mudah mengetahui perkembangan masalah klien dan pembimbing mempunyai data yang lengkap tentang keadaan kliennya.
c)      Progam bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Karena pelaksanaan bimbingan terintegrasi dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, maka dalam penyusunan progam bimbingan juga harus sesuai dengan progam sekolah itu agar layanan bimbingan mempunyai sumbangan yang besar terhadap progam sekolah.
d)     Pembagian waktu harus diatur untuk setiap petugas secara baik. Ini untuk menghindari penumpukan tugas-tugas dari para pembimbing. Di samping itu,  juga untuk kekecewaan siswa yang merasa senang pada pembimbing tertentu, tetapi pembimbing tersebut tidak ada.
e)      Bimbingan harus dilaksanakan dalam situasi individual dan dalam situasi kelompok, sesuai dengan masalah dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
f)       Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah yang menyelenggarakan layanan yang berhubungan dengan bimbingan dan penyuluhan pada umumnya.
g)      Kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan bimbingan.

G.    Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
            Asas adalah segala hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat melaksanakan dengan baik serta mendapatkan hasil yang memuaskan. Dengan kegiatan/layanan bimbingan dan konseling menurut Prayitno (1982) ada beberapa yang perlu diperhatikan, yaitu: 
a)      Asas Kerahasiaan
            Asas ini mempunyai makna yang sangat penting dalam layangan bimbingan dan konseling. Mungkin tidak terlalu merlebihan bila mana asa ini disebut dengan asas kunci dalam pemberian layanan tersebut. Sebagian keberhasilan layanan bimbingan banyak ditentukan oleh asas ini, sebab klien akan mau membukakan keadaan dirinya sampai dengan masalah-masalah yang sangat pribadi, apabila ia yakin bahwa konselor dapat menyimpan rahasianya. Dengan adanya keterbukaan dari klien memberikan kemudahan-kemudahan bagi konselormenemukan sumber penyebab timbulnya masalah, yang selanjutnya dapat mempermudah pula mencari atau mendapatkan jalan pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
b)      Asas Keterbukaan
            Konselor harus berusaha untuk menciptakan suasana keterbukaan dalam membahas masalah yang dialami klien. Klien terbuka menyampaikan perasaan, pikiran, dan keinginannya yang diperkirakan sebagai sumber timbulnya permasalahan. Klien merasa bebas mengutarakan permasalahannya, dan konselor pun dapat menerimanya dengan baik. Konselor juga terbuka dalam memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dikemukakan oleh klien. Namun demikian, suasana keterbukaan ini sangat sulit terwujud bilamana asas kerahasiaan tidak dapat di laksanakan dengan baik. Oleh karena itu, asas kerahasiaan akan sangat mendukung terciptanya keterbukaan klien dalam menyampaikan persoalannya.
c)      Asas Kesukarelaan
            Konselor mempunyai peran utma dalam mewujudkan asas kesukarelaan ini. Konselor harus mampu mencerminkan asas ini dalam menerima kehadiran klien. Bilamana konselor tidaksiap menerima kehadiran klien karena satu hal dan lain hal, seperti tidak cukupnya waktu untuk berkonsultasi yang disebabkan ada acara lain; badan atau perasaan tidak enak; sedang punya masalah yang agak serius, dan sebagainya Kondisi konselor yang demikian dapat menyebabkan asas kesukarelaan ini tidak terwujud, kalau mereka paksakan untuk mrlakukan konsultasi. Sebaliknya bila klien tidak mau dengan sukarela mengemukakan permasalahannya, maka konsultasi itu tidak mungkin berlangsung secara efektif. Hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan oleh kesan klien yang kurang baik terhadap konselornya, sehingga masalah-masalah yang dihadapi enggan disampaikan kepada konselor.


d)      Asas Kekinian
            Pemecahan masalah dalam kegiatan konseling seharusnya berfokus pada masalah-masalah yang dialami oleh klien pada saat ini. Apa yang dirasakan dan dipikirkan pada saat konsultasi, itulah yang menjadi pusat perhatian dalam mencarikan pemecahannya. Konselor jangan terperangkap dalam pembicaraan tentang masalah-masalah yang tidak lagi menjadi persoalan bagi klien. Bila hal ini terjadi, maka kegitan layanan tersebut tidak akan memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh klien. Misalnya:Klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya rendah. Pembicaraan hendaknya berorientasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan rendahnya prestasi belajar tersebut, dan bukan hal-hal yang lain yang tidak ada lagi kaitannya dengan masalah tersebut.
e)      Asas Kegiatan
            Usaha layanan bimbingan dan konseling akan dapat berlngsung baik, bilamana klien mau melaksanakan sendiri kegiatan yang telah dibahas dalam layanan itu. Oleh karena itu, konselor hendaknya mampu memotifasi klien untuk melaksanakan semua saran yang telah disampaikannya. Keberhasilan layanan bimbingan dan konseling tidaklah terwujud dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan klien itu sendiri.
f)        Asas Kedinamisan
            Arah bimbingan dan konseling yaitu terwujudnya perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Sesuai dengan sifat keunikan manusia maka konselor harus memberikan layanan seirama dengan perubahan-perubahn yang ada pada diri klien. Perubahnitu tidak hanya sekedar berupa pengulangan-pengulangan yang bersifat monoton, melainkan perubahan menuju pada suatu kemajuan.
g)      Asas Keterpaduan
            Kepribadian klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai macam aspek. Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaknya selalu diperhatikan aspek-asoek kepribadian klien yang diarahkan untuk mencapai keharmonisan atau keterpaduan. Bila tidak terwujud keterpaduan aspek-aspek ini justru akan menimbulkan masalah baru.
            Di samping keterpaduan layanan yang diberikan, konselor juga harus memperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, jangan sampai terjadi timbulnya ketidakserasian atau pertentangan dengan aspek layanan lainnya.
h)      Asas Kenormatifan
            Maksud dari asas ini ialah usaha layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan itu hendaknya tidak bertentengan dengan norma-norma yang berlak, sehingga tidak terjadi penolakan dari individu yang dibimbing. Baik penolakan dalam prosesnya maupun saran-saran atau keputusan yang dibahas dalam konseling.
i)        Asas Keahlian
            Layanan bimbungan dan konseling adalah profesional, olek karena itu tidak mungkin dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak dididik dan dilatih  atau dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu keterampilan khusus. Konselor harus benar-benar terlatih ungtuk itu, sehingga layanan tersebut benar-benar profesional.
j)        Asas Alih Tangan
            Asas ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemberian layanan yang tidak tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan serba tahu, sehingga dalam pemberian layanan ia perlu membatasidiri sesuai dengan keahliannya. Bila ditemukan masalah-masalah klien tersebut di luar bidang keahliannya, maka konselor hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
k)      Asas Tut Wuri Handayani
            Setelah klien mendapat layanan, hendaknya pemberian layanan tersebut tidak hanya pada klien mengemukakan persoalannya. Di luar layanan pun hendaknya makna bimbingan dan konseling tetap dapat dirasakan, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara konselor dan kliennya. Klien hendaknya merasa terbantu dan merasa aman atas pemberian layanan itu.dalam pemecahan masalah, konselor jangan dijadikan alat oleh klientetapi klien sendirilah yang harus membuat keputusan. Konselor sewaktu-waktu siap membantunya, bila dalam pelaksanaanya, klien mengalami masalah atu benturan-benturan lagi.

H.    Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling
            Layanan bimbingan dan konseling perlu memiliki orientasi tertentu. Menurut Humphryes dan Traxler (1954) sikap dasar pekerjaan bimbingan itu ialah bahwa individual ialah merupakan suatu hal yang sangat penting.
            Dalam Kurikulum 1975 tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Buku III C (1976: 5) dinyatakan bahwa: Bimbingan di SMA merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa SMA dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kemungkinan kenyataan-kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapinya dalam rangka perkembangan yang optimal, sehingga mereka dapat memahami diri, mengarahkan diri, dan bertindak, serta bersikap sesuatu dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
            Pengertian di atas menekankan bahwa layangan bimbingan hendaknya berfokuskan/berorientasikan pada perkembangan individu. Dari segi lain, Prayitno(1982) menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berpusat/berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan istilah lain disebutkan asas kekinian. Ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berorientasikan pada masalah-masalah yang dihadapi oleh klien pada saat ia berkonsultasi.
            Berdasarkan pendapat-pendapat di atas Soetjipto dan Kosasi dalam bukunya Profesi Keguruan (2007) menyimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling hendaknya menekankan pada orientasi individual, perkembangan dan masalah. Senada dengan hal ini, Prayitno dan Amti dalam bukunya Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling(2004) orientasi bimbingan dan konseling ada tiga yaitu orientasi perseorangan, perkembangan, dan permasalahan. Berikut diuraikan ketiga orientasi tersebut:
1)   Orientasi Perorangan
            Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling dapat dicatat sebagai berikut:
a.       Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
b.      Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhan, motivasi-motivasinya, dan kemampuan-kemampuan potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi, dan potensinya itu kea rah pengembangannya yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungan.
c.       Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual (Rogers, dalam McDaniel, 1956). Adalah menjadi tanggungjawab konselor untuk memahami minat, kemampuan, dan persaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin. Dalam hal itu, penyelenggaraan program yang sistematis untuk mempelajarai individu merupakan dasar yang tak terelakkan bagi berfungsinya program bimbingan(McDaniel, 1956).
Kaidah-kaidah tersebut akan diturunkan sampai dengan penerapannya dalam berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.
            Soetjipto dan Kosasi (2007: 80) menambahkan bahwa pada hakikatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu sama lain. Perbedaan itu bersumber pada latar belakang pengalamannya, pendidikan, dan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki dan sebagainya.     Menurut Willerman(1979) anak kembar satu telur pun juga mempunyai perbedaan, apalagi kalau dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda. Ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan dapat memberika andil terjadinya perbedaan individu. Tylor(1956) juga menyatakan bahwa kelas social keluarga dapat menimbulkan terjadinya perbedaan individu.
            Perbedaan latar belakang kehidupan individu ini dapat mempengaruhinya dalam cara berpikir, cara berperasaan, dan cara menganalisis data. Dalam layanan dan bimbingan konseling ini harus menjadi perharian besar. Inilah yang dimaksud dg orientasi individual.

2)   Orientasi Perkembangan
            Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi tersebut adalah pemeliharaan dan pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
            Secara khusus, Thompson&Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk:
a.       Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan laindi luar apa yang dipahaminya,
b.      Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih dari satu aspek tentang sesuatu hal,
c.       Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur yang dipahami semula,
d.      Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang ditetapkan.
            Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah menangani hambatan-hambatan perkembangan itu. Masing-masing individu berada pada usia perkembangan. Dalam setiap tahap usia perkembangan, individu hendaknya mampu mewujudkan tugas perkembangan tersebut. Setiap tahap atau periode perkembangan mempunyai tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang sudah harus dicapai pada akhir tahap perkembanganya itu.   Pencapaian tugas perkembangan di suatu tahap perkembangan akan mempengaruhi perkembangan berikutnya(Ratna Asmara Pane, 1988). Tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa keberhasilan; sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya(Yusuf, 2009:65). Sebagai contoh dapat dikemukakan tugas perkembangan pada masa remaja menurut Havighurst yang dikutip oleh Hurlock(1980) antara lain:
a.       Mampu mengadakan hubungan-hubungna baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
b.      Dapat berperan sosial yang sesuai.
c.       Menerima keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya dengan baik.
d.      Mampu menerima tanggungjawab social dan bertingkah laku sesuai denga tanggung jawab sosial.
e.       Tidak tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
Selanjutnya, menurut Willian Kay mengemukakan tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:
·         Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
·         Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figure-figur yang mempunyai otoritas.
·         Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.
·         Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
·         Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
·         Memperkuat self-control(kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.
·         Mampu meninggalkan reaksi da n penyesuaian diri(sikap/perilaku) kekanak-kanakan.
3)   Orientasi Permasalahan
            Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur mengalami maslaah dapat terentaskan masalahnya. Melalui fungsi pencegahan, layanan dan bimbingan konseling dimaksudkan mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka terhindar dari bernagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangannya. Fungsi ini dapat diwujudkan oleh guru pembimbing atau konselor dengan merumuskan program bimbungan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat perkembangan siswa kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, dan sebagainya dapat dihindari. Beberapa kegiatan atau layanan yang dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi ini adalah layanan orientasi dan layanan kegiatan kelompok.
            Fungsi-fungsi lain, yaitu fungsi pemahaman, dan fungsi pemeliharaan/pengembangan pada dasarnya juga bersangkut-paut dengan permasalahan pada diri klien. Fungsi pemahaman memungkinkan individu memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat di dalam upaya pengentasan masalah yang telah terjadi. Demikian pula fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahkan ataupun terentaskannya masalah-masalah tertentu. Fungsi pemeliharaan dimaksudkan untuk memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu(siswa) dan mengusahakannya agar hal-hal tersebut bertambah baik dan berkembang, contohnya adalah kegiatan kelompok belajar dan penjurusan, penempatan siswa pada program-program akademik tertentu serta kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya funsi-fungsi bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.
Jenis masalah yang mungkin diderita oleh individu amat bervariasi. Roos L. Mooney (dalam Prayitno, 1987) mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan ke dalam sebelas kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan :
a.       Perkembangan jasmani dan kesehatan (PJK).
b.      Keuangan, keadaan lingkungan, dan pekerjaan (KLP).
c.       Kegiatan sosial dan reaksi (KSR).
d.      Hubungan muda-mudi, pacaran, dan perkawinan (HPP).
e.       hubungan social kejiwaan (HSK).
f.       keadaan pribadi kejiwaan (KPK).
g.      moral dan agama (MDA).
h.      keadaan rumah dan keluarga (KRK).
i.        masa depan pendidikan dan pekerjaan (MPP).
j.        penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah (PTS).
k.      kurikulum sekolah dan prosedur pengajaran (KPP).
            Frekuensi dialaminya masalah-masalah tersebut juga bervariasi. Satu jenis masalah barangkali lebih banyak dialami, sedangakan jenis masalah lain lebih jarana muncul. Frekuensi munculnya masalah-masalah itu diwarnai oleh berbagai kondisi lingkungan layanan bimbingan dan konseling harus bertolak dari masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Konselor hendaknya tidak terperangkap dalam masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Hal ini disebut dengan asas kekinian(Prayitno, 1985). Artinya pembahasan masalah difokuskan pada masalah yang saat ini(saat berkonsultasi) dirasakan oleh klien. Kadang-kadang konselor terperangkap dalam hal-hal lain yang sebenarnya tidak dirasakan sebagai masalah oleh klien yang bersangkutan. Akibatnya, masalah yang sebenarnya justru tidak teratasi atau bahkan timbul masalah baru. Konselor dapat saja membahas hal-hal lain asal masih ada kaitannya dg masalah yang dihadapi klien. Lebih jauh lagi mengenai asas kekinian yang berhubungan erat dengan orientasi ini berarti asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan perserta didik (klien) dalam kondisi sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa depan atau masa lampau pun dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang dapat diperbuat sekarang. (Satori,dkk.2007:49).
            Bilamana klien menyampaikan informasi atau berbicara tentang masalah yang tidak ada kaitannya dengan kesulitan yang sedang dikonsultasikan, maka konselor harus membawanya kembali kepada masalah yang sedang dihadapi. Jangan sampai konselor hanyut dalam pembicaraan. Olehkarena itu, konselor harus selalu sadar akan arah sasaran yang dituju untuk memcahkan masalah klien. (Soetjipto dan Kosasi, 2007: 82).

KESIMPULAN
            Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995).
            Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.
            Sedangkan menurut Ahmad Sudrajat: 2008 Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
            Bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam: (1) bimbingan belajar, (2) bimbingan sosial, (3) bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.
            Layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis; (3) landasan sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Prayitno(1982) menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berpusat/berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan istilah lain disebutkan asas kekinian. Ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berorientasikan pada masalah-masalah yang dihadapi oleh klien pada saat ia berkonsultasi.

DAFTAR PUSTAKA

·         Ahmadi, Abu. 1977. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra.
·         Pane, Ratna Asmara. 1988. Masa Remaja (Suatu  Periode Transisi). Padang: Diperbanyak oleh FIP FKIP Padang.
·         Soetdjipto dan Kosasi, Raflis. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
·         Winkel, W.S.. 1991, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo.
·         Yusuf, Syamsu dan Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung : Remaja Rosdakarya
·         Prayitno dan Amti, Erman, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.